Bogor, AF – Anjloknya harga singkong sejak akhir tahun 2016 membawa dampak yang tidak sedikit bagi petani dan industri pengolahan. Pemerintah perlu membenahi persoalan singkong secara menyeluruh. Salah satunya membenahi rantai distribusi sehingga menekan biaya transportasi atau distribusi.
Demikian disampaikan praktisi dan distributor gaplek, Gahara Wiratanuningrat, kepada Agrifood di Bogor, akhir pekan lalu.
Gahara yang sudah merintis usaha singkong dan olahannya tersebut menjelaskan bahwa potensi singkong Indonesia masih sangat besar. Sayangnya, masih banyak persoalan dalam produksi, distribusi, hingga pengolagan sehingga perlu ada pembenahan secara komprehensif.
“Masih banyak persoalan yang ada sehingga potensi besar masih bisa dikembangkan. Akibatnya harga singkong anjlok sehingga petani-petani Indonesia yang justru terkena dampak paling besar. Situasi ini sudah terjadi bertahun-tahun dan perlu segera diatasi,” ujar alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Dia menjelaskan, salah satu yang perlu dibenahi adalah rantai distribusi yang sangat panjang antara produsen dan industri pengolahan singkong. Sekalipun persoalan ini klasik bagi sebagian besar komoditas pertanian, sayangnya untuk singkong justru masih minim perhatian. “Ada banyak pihak perantara yang mendapatkan keuntungan besar. Ini yang perlu diatur agar semua mendapatkan porsi yang adil, terutama petani singkong,” jelasnya.
(Baca : Harga Singkong Tekan PT Budi Starch & Sweetener Tbk)
Seperti diketahui, sejak akhir 2016 harga singkong anjlok drastis akibat dibukanya impor tapioka untuk kebutuhan industri. Aksi protes para petani pun meluas di sejumlah sentra produksi singkong, seperti di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Ratusan petani menggelar aksi dan menuntut pemerintah daerah bertanggung jawab atas kondisi yang ada. Bupati Lampung Timur Chusnunia Chalim berjanji akan memperjuangkan nasib petani singkong untuk menaikkan harga.
(Baca : Tata Niaga Dibenahi, Importir Harus Serap Singkong Lokal?)
Di hadapan sekitar 2.000an petani singkong yang menggelar akhir pada akhir Desember 2016 lalu, Chusnunia menegaskan agar perusahaan pengolah singkong menaikkan harga pembelian singkong dan akan mempertemukan pihak perusahaan dengan para petani.
Selain itu, dia juga mendesak pemerintah pusat melalui kementerian terkait untuk menghentikan impor tapioka yang ditengarai menjadi pemicu turun harga singkong. Para petani yang berdemo saat ini menyebutkan harga singkong justru turun sejak pertengahan tahun 2016, dari semula Rp 1.200 per kg menjadi Rp 600 per kg hingga Rp 500 per kg.
“Kami terus mendorong agar industri pengolahan bisa menampung semua produksi petani. Kalau tidak, harga tidak naik dan petani justru meninggalkan singkong,” katanya baru-baru ini.
Sayangnya, dalam pantauan Agrifood, harga singkong di berbagai daerah lain juga masih sangat rendah. Di beberapa daerah justru anjlok drastis hingga Rp 200-Rp 3.00 per kg. [AF-02]
Be the first to comment