Ditolak Pengusaha, Petani Juga Terbelah Soal Lelang ‘Online’ Gula Rafinasi

Ilustrasi gula rafinasi

Bogor, AF – Kontroversi lelang gula rafinasi terus berlanjut sejak mulai didengungkan pada awal 2017 lalu. Setelah ditolak berkali-kali oleh sejumlah pelaku usaha dan asosiasi pengguna gula rafinasi, kini para produsen gula atau petani tebu pun mulai terbelah. Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) yang konsisten mendukung rencana tersebut, kini berhadapan dengan Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR).

Jika tidak ada halangan, pelaksanaan lelang gula rafinasi tersebut digelar perdana pada tanggal 15 Januari 2018 oleh PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) yang saat ini gencar melakukan sosialisasi ke daerah.

Dewan Pimpinan Daerah Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nusantara XI mendesak lelang gula rafinasi secara dalam jaringan (daring) atau online untuk mencegah rembesan gula rafinasi ke pasar.
“Selama ini penjualan gula rafinasi secara langsung atau konvensional menyebabkan gula rafinasi merembes ke pasar dan berujung pada kerugian petani. Padahal saat ini sudah zamannya keterbukaan informasi dan kecanggihan teknologi untuk lelang gula rafinasi secara daring,” kata Sekretaris DPD APTRI Nusantara XI M. Ridwan Ansori di Lumajang, Jawa Timur, Rabu (27/12).

(Baca : APTRI dan Pengusaha UMKM Dukung Lelang Gula Rafinasi)

Menurut dia para petani tebu yang tergabung dalam DPD APTRI Nusantara XI membuat pernyataan sikap untuk menyikapi polemik seputar rencana lelang gula rafinasi oleh pemerintah dan persoalan pertebuan, serta pergulaan sepanjang tahun 2017.

“Ada lima poin tuntutan, salah satunya dukungan terhadap lelang gula rafinasi secara daring harus dicoba sebagai satu cara mengatasi agar tidak ada rembesan gula rafinasi ke pasaran,” tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, para petani tebu meminta pemerintah untuk konsisten dan tidak mengindahkan upaya kelompok di luar petani tebu atau yang mengatasnamakan petani tebu yang berusaha menggagalkan rencana lelang gula rafinasi itu.
Dia mengatakan kebijakan yang tidak berpihak kepada para petani tebu akan ‘memukul’ perekonomian petani tebu sepanjang tahun 2017, sehingga hal tersebut menjadi ancaman terhadap terwujudnya swasembada gula yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2019.

(Baca : Bapebbti Tekankan Lelang Gula Rafinasi Jamin Pasokan UMKM)

Batalkan Permendag
Sebelumnya, para petani tebu yang tergabung dalam Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) Gendis Barokah, Bojonegoro, Jawa Timur, KPTR Mandiri Sejahtera, dan KPTR Awet, Jawa Tengah, meminta Presiden Joko Widodo membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui Pasar Lelang Komoditas.

Ketua Bidang Pemberdayaan Petani Forum Transparansi Gula Nasional (FTGN) Yogyakarta Ardianto Santoso, di Bojonegoro, pekan lalu, menjelaskan surat penolakan ditandatangani tiga ketua KPTR tersebut. Dalam surat itu juga disampaikan pemerintah harus merevolusi industri gula termasuk di dalamnya mekanisme pembelian tebu secara benar dan transparan serta pembaharuan pabrik gula.

(Baca : Pernah Ditolak, Lelang Gula Rafinasi Bakal Diikuti 300 Industri)

Menurut dia, industri makanan dan minuman bisa memperoleh gula kristal rafinasi melalui lelang di Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) dengan harga sekitar Rp 8.200/kilogram lebih rendah dibandingkan dengan gula di pasaran yang bisa mencapai Rp 12.000/kilogram.
“Meskipun industri kecil bisa membeli di pasar lelang gula kristal rafinasi satu ton, tetapi akan merembes masuk pasar sehingga akan merugikan gula yang asalnya dari petani tebu,” tuturnya, seperti ditulis Antara.

(Baca : Gappmi dan UKM Berbeda Sikap Soal Penundaan Lelang Gula Rafinasi)

Ketua KPTR Awet, Banyumas A. Fauzi membenarkan peluang pembelian rafinasi dengan sistem lelang sehingga berpotensi bocor ke pasar semakin besar. Khususnya, diperbolehkannya pembelian melalui perkumpulan industri kecil untk memenuhi target minimal pembelian satu ton. Dia menambahkan selama ini sebagai petani tebu, selalu menghadapi panjangnya mata rantai, dalam niaga tebu, mulai dari pembelian bibit sampai menjadi gula termasuk pabrik gula yang tidak efisien. [AF-04]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*