Sertifikasi 24 Asesor Sektor Pertanian Dipercepat

Gunawan Sutopo yang juga pendiri Sabila Farm selalu mendorong generasi muda harus mampu bersaing dalam menekuni wirausaha pertanian.

Bogor – Pusat Pelatihan Pertanian, Badan Penyuluhan, dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kemtan) melakukan sertifikasi 24 asesor bidang pertanian. Hal tersebut guna mempercepat pelaksanaan sertifikasi bagi tenaga ahli pertanian.

Demikian disampaikan Kepala Pusat Pelatihan Pertanian, BPPSDMP Kemtan, Widi Harjono, dalam kegiatan Bimtek Asesor Kompetensi Teknis Sektor Pertanian, di Bogor, Jawa Barat, pekan lalu.

Dikatakan, bimbingan teknik (Bimtek) kompetensi sektor pertanian itu dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan menyediakan tenaga asesor kompetensi yang memadai.  “Saat ini Kementerian Pertanian telah memiliki asesor kompetensi sebanyak 329 orang, tetapi jumlah ini belum merata pada masing-masing bidang keahlian, dan beberapa sudah tidak aktif,” kata Widi.

Dengan diberlakukannya MEA, kata dia, sertifikasi kompetensi sektor pertanian sangat diperlukan, agar sumber daya manusia pertanian Indonesia terspesialisasi pada bidang-bidang profesi dengan kompetensi tertentu. Hal itu juga merujuk, salah satu arahan Presiden Joko Widodo yang menyatakan, pada tahun 2019 pembangunan akan berorientasi pada SDM berbasis kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan vokasi.

“Tanpa penyiapan SDM yang baik, bukan tidak mungkin lapangan pekerjaan yang selama ini dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia diganti oleh tenaga kerja asing yang lebih kompeten dan professional,” kata Widi yang juga Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pertanian.

Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Sumarna F Abdurahman yang hadir sebagai pembicara mengatakan, secara nasional pemerintah telah mencanangkan pengembangan SDM Indonesia berbasis kompetensi. Basis kompetensi ini dijabarkan dalam berbagai sektor termasuk pertanian. Di mana pelaksanaan sistem sertifikasi profesi ini ada tiga pilar untuk mengembangkan tenaga kerja berbasis kompetensi.

“Pengembangan tenaga kerja berbasis kompetensi ini diawali dulu dengan pengembangan standar kompetensinya,” katanya.

Standar kompetensi ini lanjutnya, adalah apa yang dibutuhkan oleh industri. Setelah mengetahui apa saja yang dibutuhkan industri, lalu lembaga pendidikan digunakan sebagai acuan mengembangkan kurikulumnya.

“Agar nanti lulusannya itu bisa menguasai kompetensi yang dibutuhkan oleh industrinya,” kata Sumarna.

Sertifikasi profesi ini untuk menjamin dan memastikan mereka yang akan memasuki dunia kerja sudah kompeten di bidangnya. Kemudian dijadikan acuan bagi industri untuk merekognisi standar tenaga kerja yang dibutuhkan. Dengan sertifikasi maka tenaga kerja Indonesia akan setaraf dengan tenaga kerja yang ada di ASEAN dan siap bersaing. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*