Jakarta, AF – Pemerintah menyatakan stok beras untuk konsumsi masyarakat pada 2017 dalam kondisi aman. Stok beras di Perum Bulog kurang lebih sebanyak 1,7 juta ton dan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hingga tujuh bulan ke depan.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, untuk menjamin keamanan stok beras tersebut diperlukan pendataan akurat khususnya untuk beras yang dimiliki para pelaku usaha, dengan mendaftarkan gudang dan juga posisi stok beras yang dimiliki. “Stok pangan kita, berdasarkan data sementara yang kami miliki itu berlebih. Akan lebih akurat lagi jika para pedagang dan pengusaha mendaftarkan posisi stoknya dan memperbaharui secara berkala,” kata Enggartiasto di Jakarta, Selasa (4/7).
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, dalam Angka Ramalan (Aram) produksi beras 2016 produksi gabah kering giling mencapai 79,1 juta ton. Sementara pada 2017, diharapkan produksi gabah kering giling mencapai 89 juta ton atau setara dengan 48 juta ton beras.
Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan bahwa hingga saat ini stok beras yang ada di Bulog sebanyak 1,7 juta ton. Dari total stok tersebut, sebanyak 1,3 juta ton akan dialokasikan kepada masyarakat pengguna beras sejahtera. “Artinya, jika tidak ada serapan sama sekali hingga akhir tahun 2017 akan ada sisa stok 400 ribu ton,” ucap Djarot.
Djarot menambahkan, dengan kondisi saat ini yang mulai memasuki masa panen kedua diasumsikan Perum Bulog mampu menyerap kurang lebih sebanyak 1-1,25 juta ton hingga akhir 2017. Diharapkan, pada akhir 2017 posisi stok beras Bulog berada pada kisaran 1,6-1,7 juta ton. “Jika semua berjalan lancar, seharusnya hingga panen raya 2018 stok masih aman,” tutur Djarot.
(Baca : Bulog Ajukan Subsidi Pangan Hingga Rp 21 Triliun)
Kementerian Perdagangan berupaya melakukan pendataan stok beras khususnya yang dimiliki oleh para pelaku usaha untuk membenahi tata niaga perberasan nasional. Pelaku usaha tersebut, wajib untuk mendaftarkan gudang dan posisi stok secara berkala.Para pelaku usaha tersebut diberikan tenggat waktu hingga akhir Juli 2017 untuk mendaftarkan gudang dan stok yang dimiliki.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menegaskan akan fokus mengawasi perberasan di dalam negeri. Berdasarkan penelitian KPPU, muncul dugaan adanya praktik kartel dan penumpukan beras yang memicu perbedaan harga siginifikan di tingkat petani dan konsumen. Karena itu, KPPU akan melakukan pendalaman atas dugaan praktik kartel tersebut dan bersama Kepolisian RI juga akan menelusuri potensi penimbunan.
(Baca : Tambah Produksi Beras, Topi Koki Bangun Pabrik Baru Rp 100 Miliar)
(Baca : Sasar Beras Kemasan, PT Dunia Pangan Tawarkan 20% Saham)
Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, harga beras di tingkat konsumen sangat timpang dibandingkan harga di petani. Harga beras di petani Rp 7.300 per kilogram (kg) dan Rp 3.700 per kg untuk gabah, sedangkan di konsumen mencapai Rp 10.500 per kg. “Disparitas ini diduga karena rantai distribusi panjang, ada sengaja menimbun beras, atau ada kartel yang secara terkoordinasi mempermainkan harga beras di level end user (konsumen),” kata dia, kemarin.
Menurut Syarkawi, Tim Investigator KPPU akan melaksanakan proses teknis untuk pendalaman atas dugaan tersebut. Diduga, penimbunan dilakukan secara individual dan kartel penimbunan dilakukan secara terkoordinasi atau bersekongkol. “Hasil penelitian kami sudah ada, tinggal mendalami bukti-buktinya. Untuk penimbunan kewenangan Satgas Pangan Kepolisian RI, sedangkan praktik kartel merupakan kewenangan KPPU,” kata Syarkawi. [AF-03]
Be the first to comment